17 Januari 2010

Rumah Allah

Belum juga adzan Maghrib berkumandang , tapi mereka sudah ribut saling memanggil untuk pergi ke mushola. “Nanti, tunggu adzan“, jawabku selalu ketika anak-anakku minta ijin. Kenapa? Karena di halaman mushola mereka bisa sedemikian ribut bermain dan itu sering terbawa sampai shalat. Mengganggu sekali.

Puncaknya ketika Ramadhan tiba. Separo jamaah mushola kami adalah anak-anak. Yang kadang ribut saling bicara, bahu terguncang-guncang menahan tawa, lebih sering lagi berisik karena saling tendang dan tabok. Ampun!

Ditegur, hanya mempan satu rakaat. Selebihnya justru lebih heboh. Kadang kita, orang-orang tua ini, suka jengkel juga heran. Bandel banget sih mereka? Dimarahi saja tidak mempan, apalagi ’cuma’ dinasehati.

Anak-anak memang memiliki hati yang murni dan bersih. Mushola adalah rumah Allah. Bukan rumah bu ini yang judes atau rumah pak itu yang galak. Di rumah Allah mereka menemukan kesejukan jiwa, kebebasan jua keleluasaan rasa. Bebas. Mereka bebas berekspresi sesuka hati. Mau bicara, mau ribut, mau berkelahi, Allah tidak akan marah. Kasih sayang-Nya demikian terasa hangat di hati mereka. Maka tidak heran, begitu terdengar adzan bergegas mereka pergi ke mushola. Tanpa disuruh, tanpa dipaksa-paksa. Apapun yang sedang mereka kerjakan, begitu saja ditinggalkan.

Apakah kita sebagai orang tua bisa seperti mereka dalam memenuhi panggilan-Nya?
Sholat tepat pada waktunya?
(Ternyata hatiku belum sedekat mereka pada Sang Pencipta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar