16 Januari 2010

Marah

Tidak disengaja...
Mata dan telingaku terpaku.
Hatiku berdebar-debar.

Bukan aku, tapi mereka pelakunya.
Aku hanya penonton.
Menonton, mengikuti, menyimak sekaligus menikmati pertengkaran dua orang itu.
Takjub.

Seperti itukah bertengkar itu?
Adu mulut.
Berlomba mengeluarkan kata-kata kasar.
Bertarung untuk saling menyakiti hati.
Asyiiik...
Aku asyik menunggu siapa pemenangnya.
(walau jengah bergayut sedikit demi sedikit)

Kuikuti pernuh perhatian,
kemudian kubayangkan aku di posisi suami.
Arogan.
Kasar.
Egois.
Karena api sudah terlalu besar,
sulit dipadamkan.
Hingga tiba kesadaran itu,
semua sudah hangus.
Terlambat dipadamkan.
Yah, kecewa…

Kureka ulang, kuubah posisiku sebagai istri.
Capek.
Hati capek karena badan lelah.
Capek kerja di luar (cari uang),
juga capek kerja di rumah (pekerjaan rumah).
Berusaha tetap tegar,
menahan jengkel dengan tangis tertahan.
Akhirnya,
diputuskan mundur.
Titik.
Tidak mau meneruskan lagi.
Menutup telinga untuk setiap panggilan.
Persetan.
Sudah tidak mau lagi.
Tidak mau!!
…….



Memang, aku tidak tahu permasalahan yang sedang mereka pertengkarkan. Aku juga tidak ingin tahu. Yang kunikmati pagi ini adalah pertengkaran itu sendiri. Mengapa harus saling menyakiti hati? Bukankah mereka sesungguhnya saling mencintai?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar