10 November 2010

Terima kasih

Terima kasih ya allah,
pagi ini Kau tampakkan langit biru bagi kami,
terlihat indah sekali...
Tak terbayangkan di lereng merapi sana,
berhari-hari tak sedikitpun cahaya matahari sampai di bumi.
Haruskah Kau timpakan suatu bencana,
agar kita bisa mensyukuri langit cerah Mu?

Terima kasih ya Allah,
masih Kau curahkan hujan lebat ini pada kami.
Air ini, membuat sumber-sumber air tanah kami kembali terisi.
Tak tergambarkan di sekitar merapi sana,
curahan hujan lebat debu vulkanik bertubi-tubi, berhari-hari.
Bukan cuma debu,
bahkan beribu-ribu meter kubik pasir dan kerikil
yang memedihkan mata,
jua menyesakkan dada.
Haruskah Kau cobakan suatu bencana,
agar kita bisa memandang hujan lebat ini sebagai rahmat Mu?

Terima kasih ya Rabb,
masih Kau biarkan nyawa ini mengisi raga kami.
Hanya karena kemurahanMu-lah,
masih Kau beri kami waktu,
masih Kau beri kami kesempatan,
untuk lebih pandai mengucap syukur,
Alhamdulillah...



---
Telah berhari-hari,
bahkan berbilang minggu,
bencana tiada surut jua.
Astaghfirullah...

Berilah kami yang terbaik ya Rabb,
Berilah petunjukkMu menuju yang terbaik itu
Dan mudahkanlah kami di dalamnya
Amin.


24 Agustus 2010

Yang Mati

Pagi ini ada keinginan kuat untuk melintasi komplek kuburan dekat rumah. Saya ikuti keinginan itu. Ada getaran yang sepertinya belum pernah saya rasakan. Betul saja, sampai di depan gerbang dan nampak jajaran rapi batu-batu nisan itu, air mata saya mulai merebak. "Assalamu'alaikum wahai ahli kubur. Sedang apakah anda semua pagi ini?"

Sedang apakah mereka pagi ini? Siang nanti? Sore? Malam? Besok? Lusa? Minggu depan? Bulan depan? Tahun depan? Sepuluh tahun lagi? Masya Allah... apa lagi yang bisa mereka perbuat?

Kembali terngiang lagunya Opick:
"Bila waktu tlah memanggil,
teman sejati hanyalah amal.
Bila waktu tlah terhenti,
teman sejati tinggallah sepi."

Ada saat ketika berhari-hari saya ketakutan setengah mati. Sebenarnya ketakutan saya hanya satu saja, yaitu ketika sholat malam. Saya bayangkan, saat saya mengakhiri sholat dan menoleh ke belakang mengucap salam, mata saya akan menangkap sosok Izroil. Hitam. Diam. Menunggu saya dengan tenang di sudut ruangan. Saya? Sekarang? Harus?

Saya hanya bisa menangis. Membayangkan saja saya tidak bisa berkutik, apalagi kalau sungguhan?