28 Juli 2010

Nasi Basi

Ketika pagi tadi asisten pocokan saya di rumah mengatakan, “Bu sekule ampun dibucal, mangke kula pepene. Lumayan nek pas mboten gadhah beras saged didhang kalih klapa”. Deg! Kontan jantung saya serasa berhenti berdegub. Itu kan nasi aking. Jadi, sering jugakah mereka makan nasi aking? Suatu kondisi yang hanya pernah saya dengar dan lihat di TV. Ternyata, meski dekat, kemungkinan kondisi itu tak nampak oleh mata saya.

Saya sebenarnya tidak suka membuang nasi atau makanan lainnya. Tapi nasi yang terlalu lama di magic com akan berubah menjadi kering, berwarna kuning dan berbau tidak enak. Jumlahnya memang tidak banyak, tapi kalau tiap hari ada sisa dan dikumpulkan tentu akan menjadi banyak.

Akhirnya, daripada dibuang, nasi yang menurut saya basi itu dibawa pulang bu asisten. Sampai rumah nasi itu dijemur sampai kering, kemudian dikumpulkan sebagai cadangan jika sewaktu-waktu kehabisan beras. Pengganti beras. Enak? Jelas tidak sama sekali.

Memang, beberapa waktu yang lalu keluarga asisten saya mendapat jatah raskin sebanyak 1 karung/bulan. Kurun waktu berikutnya, sekarung untuk 2 KK. Sekarang, sudah setahun ini, tidak mendapat jatah sama sekali. Entah kebijakan apa yang menghapuskan haknya untuk mendapatkan jatah raskin. Bukan hanya dia, tapi juga beberapa KK yang lain.

Akhirnya jatah bulanan dia, selain gaji, saya belikan beras. Beras yang sama dengan yang saya makan. Dan di sinilah letak salahnya, saya merasa sombong karena merasa berjasa telah memberi jatah beras untuk keluarganya. Tapi kalau hanya 5 kg, apakah cukup untuk makan keluarga dengan anggota 3 orang selama 1 bulan? Seringkali mereka harus membeli lagi 2 kg tiap bulannya. Jika masih kurang juga, nasi kering itulah yang digunakan untuk menenangkan perut lapar mereka sekeluarga. Masya Allah...

Berdosanya saya sekeluarga yang setiap hari dapat tidur nyenyak dengan perut kenyang, tetapi tetangga di depan rumah saya tidak demikian. Astaghfirullaahal’adziim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar